BLOG

Potret Wirausaha Skala UMK di Kota Medan, Apa yang Perlu Dilakukan?
DPMPTSP Medan

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu (DPMPTSP) Kota Medan melakukan survei kepada 51 wirausahawan berskala UMK pada bulan Agustus 2024. Para wirausahawan ini bertemu dalam workshop Literasi Keuangan Digital yang digelar DPMPTSP Kota Medan berkolaborasi dengan Universitas Ciputra Surabaya.

Survei dilakukan untuk mengetahui apa yang dirasakan wirausahawan dalam melakukan usaha di Kota Medan. Isi survei memberi gambaran kepada Pemerintah Kota Medan untuk mendesain kebijakan terkait dengan pengembangan usaha skala UMK di Kota Medan.

Potret wirausaha Medan

Wirausahawan yang mengisi survei mayoritas bergerak di klaster pangan (72,5%) sehingga pendapat yang terkumpul lebih banyak dilihat dari sudut pandang bisnis kuliner. Namun secara keseluruhan, separuh wirausahawan mengaku bahwa modal adalah kendala terbesar dalam mengembangkan bisnis mereka (49%). 

Selanjutnya, pasar (25,5%) dan promosi (23,5%) menjadi kendala yang dialami separuh wirausahawan lainnya. Ketika ditanya soal perizinan, 75% wirausahawan menyatakan sudah lengkap. Perizinan yang terkendala diantara 25% wiarausahawan lainnya, cukup bervariasi, seperti BPOM, HAKI, PIRT, dan Halal. Biaya dan banyaknya persayaratan menjadi alasan yang umum.

Sebanyak 37,3% reponden mengaku mengurus sendiri NIB mereka secara online dan 25,5% mengurus secara offline di kantor DPMPTSP. Di luar itu, terdapat 33,4% wirausahawan yang dibantu oleh pihak ketiga, baik petugas DPMPTSP Medan maupun pihak lain. Namun hampir semua (98%) menyatakan bahwa sistem OSS mempermudah legalitas usaha (NIB).

Dalam hal kemitraan, separuh responden menyebut butuh bimbingan teknis (51%). Sisanya, 41,2% minta dihubungkan dengan reseller, 35,5% investor, 19,6% distributor, dan 13,7% pasokan atau memasok bahan ke pihak lain.

Apa yang perlu dilakukan?

Hasil survei menunjukkan bahwa tingkat pengurusan izin di kalangan wirausahawan sudah tinggi. Sistem OSS telah mempermudah pengurusan legalitas usaha secara signifikan. Modal tetap menjadi tantangan klasik pelaku usaha namun itu kurang dari separuh wirausahawan. Artinya, pemasaran merupakan tantangan yang sama besar dengan modal.

Pelaku usaha yang memiliki modal cukup, menghadapi tantangan selanjutnya, yakni pemasaran. Sementara pelaku usaha yang masih terkendala modal diasumsikan belum bisa memastikan tantangan pasar yang sesungguhnya.

Catatan yang menarik bagi pemerintah adalah bahwa pemahaman dan kemampuan wirausaha skala UMK dalam mengurus perizinan yang kini mayoritas secara online. Lebih dari enam puluh persen wirausahawan merasa lebih nyaman meminta bantuan petugas pemerintah atau pihak ketiga lainnya. Entah itu karena ketidaktahuan prosedur atau kegagapan teknologi.

Oleh karena itu perlu dilakukan lebih banyak sosialiasi prosedur perizinan dan edukasi untuk transformasi digital kepada para pelaku usaha. Pada saat yang sama, menggandeng pihak perbankan dan swasta akan membantu permodalan dan bentuk-bentuk kemitraan lainnya.

Inkubasi-inkubasi bisnis perlu dibangun untuk membimbing wirausahawan memulai dan selanjutnya naik kelas. Pendampingan secara intensif dan berkelanjutan ini diperkirakan lebih efektif untuk mendorong pengembangan sebuah usaha. Untuk melaksanakan itu semua, dibutuhkan tenaga-tenaga yang ahli, upaya yang konsisten, dan penggunaan dana yang lebih fokus lagi.

Bergman Siahaan, SE, MPP